Data tak selalu berbicara tentang
angka dan fakta. Baginya statistik dan grafik itu bukan lagi informasi
sekelabat bayang saja, melainkan nyawa dari cerita. Mereka adalah deras perjuangan, air
mata sendu dan semangat yang menggelora. Milka mengawalinya dari ketidaktahuan,
kehilangan asa, dan cinta yang dalam.
Seorang broker yang bermula
dari broken heart. Mereka menyebutnya
pialang saham, yang piawai membaca saham dan investasi di pasar keuangan.
Beberapa juga menyebutnya sebagai penjudi yang ulung, spekulan yang berdaulat
dan terhormat.
Jarum jam telah membentuk 90 derajat, sementara Milka baru saja menutup laptopnya
dan belum menutup mata seditik pun. Tubuhnya sudah meminta direbahkan sedari
tadi tetapi pantang ia turutkan selama targetnya belum ia selesaikan. Milka
ingin menebar manfaat bukan sekedar
komisi atau gaji menggiurkan dari
perusahan sekuritas yang menaunginya untuk setiap transaksi saham dan studi
kelayakan bisnis yang ia buat tetapi
bagaimana memberikan indivasi secara berkala yang tidak menyesatkan
investor dan melabrak aturan guna mendapat komisi setingi – tingginya. Milka memandangi jagoan kecilnya, dia yang
dulu tak bisa tidur tanpa dekapannya telah terbiasa tidur seorang diri, rasa
bersalah itu menyeruak masuk mengusir kantuk yang daritadi menyerang. Alif telah menjadi bocah periang meski tanpa
sosok ayah, iya Milka adalah seorang Ibu sekaligus Ayah untuk Alif. Naasnya Milka
harus merasakan kehilangan sebelum kehilangan itu benar – benar nyata.
Pepatah bijak itu selalu benar
mengabarkan, bahwa dibalik kisah sukses ada harga perjuangan yang harus ia
bayar. Milka yang lugu dan polos itu telah bermetamorfosis menjadi Milka yang
cerdas dan pintar membaca peluang. Milka yang dulu menjadi korban ketidaktahuan
dan ketidakberdayaan telah menjadi Milka yang selalu diandal – andalkan. Dulu lugu
dan polos itu bersatu padu menjadi kebodohan yang membawa Milka pada rumah kedua.
Ia dia menjadi korban dari “mantan suaminya” yang membohongi dirinya, mengaku
seorang pemuda perjaka padahal telah memiliki rumah pertama. Ah, betapa dia
merasakan sekarang berharganya selembar kertas
absah sebagaimana berharganya satu lembar slot saham yang sering ia
soroti.
“Yang utama itu sakral dan sah, resepsi
itu point belakangan” Ujarnya dulu begitu Naif.
“Dik, Mas begitu bangga dan tak akan
pernah menyesal bersanding denganmu !” Jawaban yang berbalik tajam padanya, iya
dia tak mungkin menyesal setelah mendapatkan rumah keduanya, tetapi Milka sesak
dengan penyesalan yang tiada berkesudahan.
Apa kabar Ktp – El yang masih bisa di gandakan
dan memalsukan status asli. Lengkap sudah Milka yang lugu itu terbodohi oleh
cinta. Lalu karma kebodohan itu kemudian menghantui Milka, menggedor – gedor
istananya sebagai seorang pelakor. Tanpa pernah ia bisa membela diri bahwa dia
adalah korban yang sesungguhnya. Ternyata benar, wanita yang selalu menjadi
korban yang paling dirugikan. Sialnya,
Alif bocah tak berdosa itu telah menanggung kesedihan sejak mulai ia
dilahirkan. Dimata negara ia adalah anak yang tak memiliki ayah. Bukan, Milka
bukan wanita pragmatis yang rela menjadi orang ketiga demi harta. Meski
pernikahannya dicatatkan dan diakui oleh negara, Milka tak akan menggugat harta
gono – gini dari mantan suaminya. Toh setelah ia menyandang status janda, tak
seperak harta mantan suaminya yang ia bawa. Istana kedua itu pun ia tinggalkan
hanya Alif harta bersamanya yang ia jaga. Iya itulah keinginan terbesarnya
bahwa anaknya dimata negara memiliki ayah yang tertulis dalam kartu keluarga.
Milka ingat akan celoteh polos Alif ketika pulang dari sekolah.
“Ma, teman – teman Alif nanya, kok di
kartu keluarga Alif, gak ada nama papah sih? Oh iya Ma, papa itu siapa ? Alif
kok gak pernah ketemu, nengokin Alif dalam mimpi juga gak pernah “ Celoteh polos dari Alif
Seketika itu matanya berembun, mulitnya
terkunci. Sepuluh menit kemudian Milka baru bisa menemukan jawaban, “ Papamu
sudah Almarhum, Nak. !” Iya, baginya dia telah almarhum sebelum tertulis di
batu nisan.
#katahatichallenge
#katahatiProduction