Bahagia
itu mendapati kalender merah tepat di awal bulan, ah rasanya tuh
seperti menemukan air saat tengah
kehausan di lembah Gurun Sahara. *Hiperbola.
Tapi seperti itulah gambarannya,
rutinitas yang dilalui terkadang menjebak kita dalam mengurangi radar
kefokusan, meskipun aku pribadi sudah dari zaman purba-nya terlahir dengan
ketelitian yang minim, kesalahan yang disusul dengan kesalahan berikutnya
akhirnya menghiasi rutinitas kerjaku. Oke fiks aku tersadar, mungkin iya aku kurang piknik. Dan rabu itu ajakan haiking ke Guntur itu
hadir. H-2 dari pendakian. Dari sinilah bermula sebuah label itu, pendakian
nekad bin dadakan.
Telah
kita ketahui bersama, setelah film 5 cm itu meledak di pasaran, Haiking menjadi trend baru anak muda dan
tanggal merah 5-6 Mei dengan sabtu sebagai tambahan hari libur kejepit nasional
otomatis bisa menjadi hari pendakian Nasional, ini terlihat dari ramainya
grup-grup pendakian di sosmed juga hilir
mudik orang berdatangan di terminal Guntur Garut dengan kelir sebagai
tengtengannya. Imbasnya sebagai
pendaki newbie yang tidak memiliki sama
sekali kelengkapan alat-alat outdoor
akan ditambah dengan kesulitan
menemukan tempat penyewaan alat-alat outdoor karena dapat dipastikan sudah on
booked. Dan benar saja, mulai dari kawan yang memiliki kelengkapan
haiking, meski tidak mendaki
pada hari libur tersebut, kebanyakan alat-alatnya telah dipinjamkan.
Bersyukur masih mendapatkan pinjaman sleeping bag+matras+sendal gunung. Eh
buset gak modal amet yah semua pinjaman, maklum pendaki newbie hehe *ngeles.
Kelengkapan berikutnya yang krusial harus ada adalah tenda. Dari empat tempat sewa alat-alat haking
sampai kamis malam dengan rencana keberangkatan jum’at yang aku telusuri
semuanya sold alias sedang digunakan, artinya jelang dari rencana keberangkatan
esok hari tenda masih belum ada ditangan.
Sedang
pendakian tidak mungkin di cancel,
kak Nisa (temn pendakian nekad bin dadakan) cuma satu orang tanpa rombongan telah
on the way dari kota asalnya dari
Jakarta menuju Garut. Kalangkabut malam jum’at itu aku mencari-cari tenda.
Bersyukur Allah mengingatkanku kepada kawan lama, teman seperjuangan ketika di
kampus. Aku tahu, dia sering haiking.
Alhamdulillah disetiap ada kemauan pasti ada jalan. Bukan semata
mendapatkan tenda, pendakian nekad bin dadakan ini pun mendapatkan guide
expert-nya. *hatur nuhun Bro...
Jum’at
pagi dengan semangat menggebu menaklukkan puncak gunung Guntur, aku memulai
pendakian nekad bin dadan ini dengan mengambil jalur post tanjung, salah satu
jalur resmi dari pendakian gunung Guntur.
Saat menaiki angkot leles yang akan membawa ke base camp Umi Tati,
dengan keril lama yang ku bawa mudah
sekali mamang supir mengenali tujuan
perjalanan kami meski tidak berombongan. Mamang supir berbaik hati memberi
tawaran untuk mengantarkan sampai base camp Umi Tati. Kesepakatan harga pun terjalin.
Deal. Tapi ternyata mamang supir ini
tidak menurunkan kami sampai di base camp Umi Tati, menurutnya jaraknya sudah
hampir dekat dan bisa di tempuh dengan jalan kaki. Thart’s right ceritanya aku
di PHP-in, duh sedinya. Tapi yah gais, kita tidak boleh membuang emosi dengan kemarahan yang percuma,
energiku tak boleh terkuras dengan hal sepele ini, anggap saja pemanasan. Well, akhirnya pertolongan itu datang,
ada satu truk yang membawa pasir berbaik
hati berhenti tepat dihadapan kami dan bersedia membawa kami sampai di base
camp Umi Tati dengan gratis.
Sesampai
di basecamp aku dan kak Nisa menunggu kawanku yang bernama Ihsan, nah kali ini
kita dapat ppersonil baru dalam pendakian nekad bin dadakan ini, cukup lama sebenarnya kami menunggu jika
dihabiskan untuk menonton film mungkin akan sampai pada akhir tayangan, namun
tak mengapa lamanya kami menunggu tidak ada apa-apanya dengan jasanya dia yang
sangat membantu mensukseskan pendakian nekad dan dadakan ini. Kali itu ia terpaksa harus direpotkan
berkali-kali lipat oleh pendakian ini, dari mulai mencarikan tenda, mencarikan
spirtus untuk memasak sekaligus memandu kami untuk memasak (karena gak bisa nyalain nestingnya, maklum nestingnya
sejenis trangia bukan nesting biasa hehe *lagi-lagi ngeles) yang juga merangkap
sebagai pemandu perjalanan, mendirikan tenda sampai membawa
barang-barangku didaypacknya, untuk yang satu ini bukan karena kelelahan, aku
sendiri sebenarnya ingin membawa keril biar berasa gitu muncaknya hehe. Tapi
berhubung kerilku ternyata bermasalah, ada satu tali yang terputus sehingga
tidak bisa menopang dan berdiri tegap dalam gendongan akhirnya kami pun sempat
mempecking ulang barang bawaan tiga orang dan meringkasnya dalam dua daypack,
karena kak Nisa dan Ihsan hanya membawa daypack yang kapasitas tempatnya tidak
seluas keril, akhirnya terpaksa sleeping bag si ranger yang baik hati itu tidak
bisa dibawa dan tinggalkan di basecamp
itu menemani si keril yang tidak bisa diikutsertakan dalam pendakian ini.
Sempat sangsi dan khawatir jika kemungkinan terburuk nanti dia hipotermia di
POS III karena tidak mengenakan sleeping bag, sekalipun ranger dan berkali-kali
menaklukan Guntur jika tidak dengan safety dalam pendakian, kemungkinan itu
bisa saja terjadi tapi tuturnya di POS III itu ada sleeping bag yang bisa ia
kenakan sebagaimana tenda yang tinggal kami dirikan di POS III nanti. Meskipun
aku sendiri saat itu tidak mengkomfmasi kebenaran itu. Ah pokoke hatur nuhun
again, kamu mah bageur.
Guntur
yang menggurat semangat, dengan fisik kami yang sebelum-sebelumnya sudah
terkuras oleh rutinitas dan tidak sempat melakukan pemanasan dengan berolahraga
cukup kepayahan dalam menaklukan Guntur terkecuali si Ihsan yang sudah terbiasa
menaklukan Guntur. Terutama saat summit attack menuju puncak satu. Masya Allah
tracknya sebanding dengan keindahan yang didapatkan diatas, naik terus sama
sekali tak bertemu bonus. Dengan track yang penuh dengan bebatuan dan
pasir.
Menurut
penuturan kawanku si Ranger yang baik hati tadi, normalnya perjalanan dari pos
III tempat pendirian tenda sampai puncak satu 1 adalah 2,5 jam dengan catatan
tanpa istirahat yang lama. Namun karena dalam pendakian ini menyertakan seorang
newbie sepertiku yang muncak bagai kura-kura, perjalanan menuju puncak menjadi
dua kali lipat dalam hitungan normal. Star dari Pos tiga kisaran jam 5 setelah
shalat Shubuh sampai di puncak Satu kisaran jam 10an. Entah berapa kali aku
duduk mengistirahatkan diri dan kemudian di hibur oleh Kak Nisa bahwa puncak 1
sebentar lagi atau 5 menit lagi. Lima menit apanya? yang ada lima menit rasa
satu Jam. Dalam pendakian nekad bin dadakan ini kami pun menemukan kawan baru,
perjalanan menuju puncak pun menjadi lebih ramai karena menemukan kawan baru. Dan
satu lagi, Guntur ini pembuktian julukan itu, Pantas saja orang menyebutnya
dengan kembarannya Semeru karena saat turun ada adegan yang mengasyikan yaitu
berselencar dalam bebatuan dan pasir. Kapan lagi coba berselancar diatas
bebatuan dan pasir jika tidak dalam pendakian Guntur?
Aku
memang bukan pendaki sejati yang sejak dari nalurinya mencintai alam, mungkin
aku hanya sebagian ada mereka yang terbawa angin segar tentang indahnya
perjuangan merangkak keatas puncak, namun sekalipun aku adalah seorang pendaki
newbie. Aku bisa memeluk erat pelajaran berharga, filosofi kehidupan dari
sebuah pendakian bahwa hidup adalah perjuangan, berjalan merunduk disaat naik
dan berjalan tegap disaat kita turun.
Dan
pada akhirnya haiking bukan sebatas tentang mengabadikan gambar di atas puncak,
kembali pulang dengan selamat adalah penting maka mengukur dimana kemampuan
diri dalam pendakian harus tetap diutamakan dari sekedar menuruti ego diri
untuk sampai diatas puncak. Perjalanan dari pendakian nekad bin dadakan ini
akhirnya menyisakan PR, sampai di puncak satu kami menaklukan Guntur. Esok hari
dengan cadangan energi dan persiapan yang lebih prima ingin kembali ku taklukan
kembarannya Semeru, si mungil Guntur yang terjal.
![]() |
Puncak satu |
![]() |
Bersama pendaki lain, summkit&turun bareng |
![]() |
Ceritanya istirahat |
![]() |
city light |