Menjadi benar apa yang sering kita lihat dan dengar, derasnya informasi hari ini banyak mengabarkan kebobrokan negeri pada setiap sektornya. Kemudian kita membenarkan simpulan yang terjadi hingga kita mengidap penyakit alergi politik. Hanya mengapa, masih ada justifikasi invalid atas asumsi dari pihak yang
terafiliasi. Bak seperti spam. Selama asumsi yang lahir, tak mengandung
paksaan untuk mengikuti pilihan. Mengapa harus berkompetensi tanpa
merajut kolaborasi??
Alergi politik ini kemudian datang bersama turunannya yang bernama epilepsi politik. Kejang-kejang mendengar setiap kali kebobrokan itu menjadi pengulangan kabar menghiasi layar 21 inci pada setiap rumah.
Alergi politik pun memberikan turunannya lagi bernama amnesia, bahwa pada setiap pundak telah terbebani amanah yang sama untuk mengelola segenap alam semesta.
Bahwa manusia diberikan hak dan kewajiban oleh Allah untuk menjaga keteraturan dan keseimbangan alam
.Naluri alami ketika kebaikan yang ingin kita upayakan, semesta mendukung dengan sendirinya. Tidak melulu bernegatif thinking tentang politik, tidak juga menjadi seorang yang polos menjadikan diri tumbal kepada para pemain kebijakan.
Terlalu menuntut perubahan dengan tanpa menyalakan lilin lebih menjadikan kita seorang retoris utopis semata. Kawan dengan atau tanpa kita sadari, pilihan selalu ada dalam genggaman.
Pembeda hanya ada dalam cara kita memaknai pilihan yang terambil. Juga
pilihan untuk terus memperbaharui pilihan dan atau bertahan dalam
pilihan..
Mari bersama menjadi kita meski dalam pilihan yang berbeda, menata objektif yang kini begitu relatif..
Tidak perlu bijaksana dengan definisi realita yang mengubah diksi menjadi bijak sana dan bijak sini..
Karena itu hanya akan mengaburkan warnamu...
Absurd, bias juga ambigu..
Cukup aku, kamu menjadi kita dengan pilihan masing-masing.
Mari bersama menjadi kita meski dalam pilihan yang berbeda, menata objektif yang kini begitu relatif..
Tidak perlu bijaksana dengan definisi realita yang mengubah diksi menjadi bijak sana dan bijak sini..
Karena itu hanya akan mengaburkan warnamu...
Absurd, bias juga ambigu..
Cukup aku, kamu menjadi kita dengan pilihan masing-masing.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqadimmah bahwa ijtima insani (organisasi kemasyarakatan) adalah keharusan dan manusia bersifat siyasi menurut tabi'atnya. Dan hak kebebasan manusia ialah kebebasan menentukan pilihan sebuah institusi siasah. Kesadaran kolektif menjadi cikal bakal timbulnya apa yang disebut bilad/balad (negri). "Ketahuilah sesungguhnya syariah itu adalah pokok dan raja itu adalah penjaganya. sesuatu yang tidak punya pokok akan hancur dan sesuatu yang tidak ada penjaganya akan musnah" (Imam Ghazali). Mari menyembuhkan diri dari penyakit alergi politik, menjadikan diri seorang raja untuk menjaga dalam setiap pilihan dan metode untuk memberi peran sekecil apapun jalan kontribusi yang kita ambil.