Life Is choice, sebuah klausa yang sudah sangat
dimafhumi oleh banyak orang. Memilih, dipilih dan terpilih adalah babak
kelanjutan dari sebuah pilihan. Dan ada satu episode untuk menentukan pilihan yang
ternyata tak sekedar ya atau tidak dan checklist or black list. Untuk kali
ini penaku tertarik mengukir cerita dari para pejuang pilihan, para pejuang
yang juga rangkap relawan alias rela melawan pilihan – pilihan atas episode
hidupnya sendiri. Tersebutlah sebuah tugas negara yang dipikul oleh para
pejuang pilihan untuk mensukseskan pesta
demokrasi, sebuah pesta untuk menentukan
pilihan dengan banyak drama. Sciene pertama
bermula dari data, memperjuangkan hak para pengguna pilihan hingga para pejuang
pilihan itu sendiri abai dengan pilihan hidupnya, kehilangan hak atas tidur
nyenyaknya, merelakan hari merahnya untuk piknik dan terganti dengan panik.
Terteror data dan menjadi makhluk gentayangan di penghujung malam karena
berpacu dengan melodi (read: waktu) demi memfasilitasi “mereka” untuk menggunakan
hak pilihannya. Para pejuang pilihan ini bernaung dalam slogan tidak ada jam
yang diistirahatkan, dan istirahat yang di jam-kan.
Pertanyaan yang biasanya bersifat normative
saat session wawancara itu akhirnya bukan sebuah wacana semata. Tetapi melahirkan sebuah koensekuensi yang
harus diterima demi sebuah tanggung jawab. Disini aku faham yang berat itu
bukan rindu, tetapi berjuang dan mempertahankan pilihan. Dan lagi para milenial terlampau salah
menyimpulkan, yang menyakitkan itu bukan cinta yang bertepuk sebelah tangan
tapi perjuangan yang diabaikan, sudah larut memperjuangkan tetapi yang dituju
malah abai untuk memilih. Ekhm sakitnya tuh disana bukan disini. Hehe
Tetapi terberkatilah, episode – episode yang
luar binasa itu yang kemudian kelak akan melekat hangat dalam ingatan. Mulanya mungkin
dianggap luar binasa tapi kemudian bisa
terganti dengan luar biasa, kemalangan nasib dari rekan pejuang pilihan yang
sepenanggungan akhirnya merekatkan dan mempersatukan barisan para pejuang
pilihan yang selalu bermesraan dengan data dan belajar untuk bersama dalam
menertawakan kegelisahan.
Dan bermulalah seni menikmati hidup dengan
beragam keresahan sebagai para pejuang pilihan. Moment “nugas” menjadi ajang
“meet up”, meniadakan keresahan sendiri dengan berjamaah dalam melawan
keresahan. Temuan baru pun didapat, kali ini bukan tentang kesalahan seperti
biasanya melainkan temuan baru bernama keluarga. Barisan para pejuang pilihan
yang saling meringankan beban sepenanggungan, saling mengulurkan tangan tanpa melihat
zona batas wilayah. Intinya para pejuang pilihan tak boleh lupa cara
berbahagia, jika perlu berpura- pura bahagia sampai dibatas lupa bahwa sedang
berpura- pura bahagia.Iya, karena tenaga yang kuat untuk menjadi seorang
pejuang pilihan adalah hati yang bahagia. Iya Hati yang bahagia adalah resep
umum yang berlaku untuk menentukan sebuah pilihan, dan seperti yang sudah ku
bilang karena hidup adalah pilihan maka sudah barang tentu setiap kita akan
selalu bertemu dengan pilihan. Maka, berlatilah dari dalam keluar untuk terus
berbahagia. Dia akan menjadi tenaga untuk membuatmu tangguh dalam setiap
keadaan, sampai angin berembus kencang
pun berasa angina sepoi- sepoi yang menyegarkan.
Bahwa hidup adalah tentang belajar adalah benar
adanya. Maka dari sekian episode yang menitipkan kenangan juga oleh – oleh kedewasaan yang di PR-kan adalah menjadi
bagian dari para pejuang pilihan. Jika untuk memperjuangan pilihan dari sekian
banyak orang dengan pertalian tanggung jawab saja di emban, maka seharusnya tanggung jawab untuk
pilihan atas diri pribadi pun tertanggung dengan bahagia. Maka nikmatilah
setiap pilihan dengan ………………..