Menulis, Untuk Apa?

Jejak
Kemarin dunia maya riuh ramai dengan kedatangan seorang gadis remaja yang pintar merangkai kata, tulisannya menjadi viral sampai mengantarkannya ke istana dengan undangan-undangan yang berdatangan masuk menghampirinya. Meski kemudian diketahui tulisannya mengandung plagiat. Plagiat? What is the meaning of plagiat?
Menurut Kamus Besar Indonesia (KBBI) plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan sendiri.
Tapi tak bermaksud mengiyakan argumentasi gadis remaja tadi yang menghebohkan sejagad maya itu, hanya boleh jadi benar bahwasannya seorang penulis ada masanya menjadi "plagiator" untuk kemudian sampai di tahap "Creator"
.
Jadi mengenang kembali, zaman dimana blog ini ramai justru dengan konten yang terindikasi mengandung unsur plagiat, boleh dibilang tulisan yang mendatangkan jumlah viewers yang banyak dan pemecah rekor sampai ribuan itu  mengandung unsur plagiat meski dosa plagiat itu diiringi dengan penyertaan daftar pustaka pada akhir sesi postingan yang berbau jurnal ilmiah tadi. Artikel ilmiah sudah pasti berbeda dengan tulisan opini ataupun curhat, karena otomatis mengikutsertakan pendapat-pendapat tokoh didalamnya yang kita kutip sabdanya. Dan tipe postingan ilmiah adalah salah satu tipe tulisan dimana begitu mudah mendapatkan visitors, bahkan mengundang repeat visitors karena berbagai kebutuhan untuk memenuhi referensi pemenuhan tugas. Berbeda dengan tulisan curcol, satu kali telah diketahui alur ceritanya, sulit untuk mengundang kembali sebagai pengunjung selain meluaskan jangkuan pengunjung blog kita. Maka jika untuk mendapatkan banyak pengunjung, pelajarinya teknik seo-an dan riset kata kunci apa yang trend di pasaran. Pun itu berlaku juga untuk mendapatkan uang dari blog entah dengan space iklan yang ditawarkan ataupun menjadi bloger review

Lalu kenapa tidak mengisinya kembali dengan jurnal-jurnal ilmiah jika mudah  mendatangkan banyak pengunjung? Kembali kepada pertanyaan, kita menulis untuk apa?
Sejujurnya, mempostingan artikel dan jurnal -jurnal tadi lebih untuk mengabadikan moment saat masa-masa ngampus dulu, bukan hanya potret diri saja yang bisa terabadikan, tapi masa njelimet dengan tumpukan tugas pun bisa banget di abadikan. Kan lumayan nyambil ngerjain tugas sembari mengisi blog, kata pribahasa sambil berenang minum air kemudian tenggelam, eh. Itu alasan dibalik bertahannya saya dari domain gratisan ini, padahal mah menyesuaikan budget wkwkwk *sundanisModeOn

Nah, setiap kita memiliki passionnya. Menjadi penulis pun ada spesialisasinya, passion tulisanmu dimana? Jika belum ditemukan, perbanyak buku bacaan. Nah iya, kalau untuk menjadi seorang pembaca jadilah seorang yang general, baca apapun jenis perbuku-an bahkan seandainya kamu seorang magister atau doktor ekonomi bacalah buku kedokteran, siapa tahu nemu formula untuk mengobati penyempitan pembuluh dompet wkwkwk. Terus gali sampai akhirnya kamu yakin tulisanmu yang gue banget tuh disina bukan disini hehe.


Seorang penulis berbagi tentang resepnya untuk memulai menulis, dari 3D. Apa yang dikuasai, apa yang disukai dan apa yang dipelajari. Silahkan bedah bidang-bidang apa yang kita kuasai, disukai juga sedang dipelajari. Ini akan sangat berguna untuk inspirasi tulisan-tulisan kita kelak. Kita sudah sangat familiar dengan kalimat bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, pun dengan minat yang mengalahkan bakat. Itu artinya banyak jalan menuju penulis. Mainkan saja penamu, tugasmu taat bukan?




Dispersepsi Jomblo, Singlelilah dan Nikah Dalam Dakwah

Dispersepsi Jomblo, Singlelilah dan Nikah Dalam Dakwah


Kali ini dibuat manggut-manggut, turut merasakan, iya. sama aku pun pernah merasakan..
Dalam forum udara pegiat literasi, ada yang mengeluhkan. Bait racikan hasilnya, seolah hanya dipersepsi dengan status kesendirian, atau nuansa hati yang sedang dilema. Dalam arti bahasa gaul, mereka yang berpuisi ria seolah sedang galau.
Andai bisa dimengerti,  racikan kata tanpa dramatisasi kalimat seumpama sayur tanpa garam. Sampai seorang teman berujar, "Jangan memposting melodi-melodi sendu jika kamu seorang jomblo" begitulah nasib jadi jomblo akan selalu dipersepsi rentan terkena infeksi virus andilau ( antara dilema dan galau), padahal dengan menikah bahkan kematian masalah tidak mungkin pernah selesai, soal postingan melodi, kita tak pernah tahu arti yang sebenarnya, sejatinya selalu ada konteks dibalik teks,  dan selalu ada makna yang tersirat dibalik yang tersurat.

Lain kasus, sebuah artikel memancing perhatian. Katanya fenomena aktifis dakwah hari ini seolah hanya berkutat pada singelillah, nikah ya begitulah. ..
Hmmm... bukan karena membela rekan jomblo sejawat, dibalik kesendirian seseorang kita tak pernah tahu ada banyak insan yang menikmati masanya berhahahhihihehheh menjadikan tema untuk memancing punch line yang gerrrrr berantakan, pembuka sapa juga tawa dalam mencairkan suasana. Nyatanya jomblo tak semerana itu kawan..

Selanjutnya, bukan tururt memboomingkan dakwah yang katanya garis halus, sekedar kampanye anti pacaran, singelillah, nikah ya sudahlah.. Fyi, pemuda katakanlah usia maba yang sedikit lebih dewasa dari usia SMA untuk bisa menanggung beban, hari ini didominasi oleh generasi milenia kelahiran tahun 2000-an, bahasa ilmiah lainnya mengkatagorikan generasi Z, jika sedikit mengupas karakter dari generasi Z ini, mereka adalah generasi yang terbiasa dengan gadget, kabar buruknya saking terbiasa dimudahkan dengan arus informasi mereka tidak terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang merepotkan, bisa di bayangkan kehidupan generasi Z yang terlahir pada fase kemudahan informasi dan kemajuan iptek. Bersekolah, tugas ini-itu tinggal googling, ingin ini-ingin itu tinggal main jempol. Kita (setidaknya saya) leluhur generasi Z, setidaknya pernah merasakan zaman, bersekolah mengerjakan PR saat imformasi yang dicari tak ada dalam buku ataupun lks, yang dilakukan mencari sumber lainnya bisa ke perpus atau bertanya pada kakak kelas, bahkan sebelum Hp mendunia untuk berkabar ria pun, ada usaha kaki untuk berjalan menemukan wartel untuk bisa bersapa mengudara.

Sangat dimaklumi, jika karakter dari generasi Z ini lebih menyukai hal-hal yang have funny, nongki-nongki cantik di cafe-cafe, asyik berselancar di dunia maia. Itu artinya harus ada pula formalasi yang sesuai dengan kondisi kekinian. Jika kita tidak ikut berkecimpung di dalam dunia mereka, manabisa kita menarik mereka untuk bijak dalam internet misalnya. Dan hari ini tema yang  bisa diterima oleh semua kalangan masih ditempati oleh tema jomblo, memang tema jomblo ini juara bertahan yang tak tergeserkan sepanjang zaman. Coba tengok postingan kang Emil, gaya tuturnya selalu membawa kaum jomblo, bandingkan dengan postingan dia yang serius (politik) jumlah likesnya jauh menurun ketimbang postingannya yang berkawan dengan kaum jomblo.

Bukan pemakluman, karena memang tak tak dipungkiri fenomena hari ini aktifitas dakwah riuh ramai dengan syiar kampanye anti pacaran, hanya jika itu menjadi wasilah untuk mencerahkan bahkan mengetuk pintu-pintu keberkahan dalam menyongsong peradaban dengan bonus pundak-pundak mereka kemudian menguat dalam barisan, salahkah?