Dilematis seorang pengendali diri (mantan Kaderisasi dan atau Kaderisasi)

Salahsatu dari sekian perjalanan puzzle kehidupan yang menitipkan banyak hikmah juga bingkisan bernama kenangan adalah sepenggal episode bersama bunga haraki (Read: KAMMI), pernah ada satu masa pundak ini teramanahi sebagai seorang pengendali ( Read: Kaderisasi) . Singkatnya job desk mengendalikan dan menambah pasukan baik secara kuantitas ataupun kualitas. Entah itu mengendalikan dan atau menambah keduanya adalah tugas besar. Pada bagian kuantitas patokan jelas terukur, sekian orang.  Ada pandangan realistis yang menyelimuti kadang menjebak diri pada jiwa pesimis mencapai target.  Toh sudah menjadi karakterisik jalan juang para mujahid identik dengan sedikit, memakan waktu lama dan perjalanan yang panjang. Sehingga di lapangan, ini menjadi PR bersama apapun itu amanahnya. Mengajak dan menyeru pada kebaikan.

Pada tupoksi mengendalikan dilema itu amat terasa.  Pada bagian ini, jangan dikira ranah kualitas, tak memiliki patokan jelas yang menjadi acuan standar "para pengendali" dalam mengukur kualitas seseorang, sebut saja kader sesuai dengan marhalahnya (Read: jenjang) . Ada patokan khusus untuk mengukurnya, sesuatu yang kami sebut sebagai IJDK (indeks Jati Diri Kader). Persoalan itu dimulai, ketika kami para pengendali, harus mengendalikan diri juga mengendalikan mereka yang menjadi bagian dari "amanah ini".  Ibaratnya bicara IJDK aja masih mengeja sudah harus mengakar mereka memenuhi patokannya. Kalau mau ngasih bocoran kaya gimana point IJDK yang menjadi standar bagi seorang kader. Siap-siapin sapu tangan bukan mau nagis sih, yah minimal untuk alat tutup muka. Horor emang? Gitu dech meski  itu sebenarnya menjadi cambuk  pemacu lecutan agar segera meng_ugrade kapasitas diri. Kaya gimana emangnya? Sebenernya sih rinciannya panjang. Ini sedikit contohnya, Gak boleh pacaran/ HTS-an, gak boleh merokok, pegang hafalan, tertanam jiwa haroki yang menjadi paket ekstranya karena wajihah ini (Read:Kammi) berisikan para pembelajar cepat, ada PR yang tak terhenti pada pribadi Islami tetapi meluas menjadi muslim negarawan. Bisalah kebayang gimana susahnya menjadi seorang yang bisa terkatagorikan muslim negarawan dan kemudian mencetak " mereka" sebagai pribadi muslim negarawan. 

Bicara idealita, jangan pernah membenci realita, karena mengingat dan mengulang idealita adalah langkah awal menggapainya menjadi nyata. Mengingat goal settingnya muslim negarawan, banyak treatment khusus yang harus dilakukan. Misalnya mantuba, what this is? bisa disebut sejenis makhluk per-buku-an dengan tema-tema Islam dan kenegeraan. Nambah lagikan PR bacaannya. modul kuliah, mantuba,  skripsi. Terlebih jika ditemukan pasien yang alergi baca buku kenegaraan, atau parahnya justru "si pengendali" sendiri yang diharapkan menjadi dokter malah terserang penyakit sama karena bertentangan dengan passionnya. Akhirnya teralami juga oleh diri pribadi bagaimana dilematisnya memiliki  hobi baca novel tapi dituntut membaca modul-modul kenegaraan lalu kemudian memastikan "mereka" melahap suplemen yang sama. See, kebayangkan dilematisnya? wait. Ada yang lebih mendilematiskan dari persoalan ini.
Kalian para pengendali, eh ralat kosakata kalian ( Read: kaderisasi) bisa menjadi kita karena kata pengendali ini bisa juga merajuk untuk umum. Setiap kita adalah pengendali, mengendalikan diri yang juga sebenarnya teramanahi pula untuk mengendalikan alam sekitar. Kita harus mulai membiasakn diri kebal pada bahasa, "urus aja diri sendiri" duh maunya sih gitu kaya Pak Pres yang dulu  sanggahannya pernah hits, "Bukan urusan saya". Nyatanya hidup bukan hanya tentang seorang diri. Eh tapi kemudian  menemukan untaian hikmah dari sahabat Rasul yang satu ini.

" Jangan mengawasi orang lain, jangan mengintai geraknya, jangan membuka aibnya, jangan menyelidikinya. Sibuklah dengan diri kalian, perbaiki aibmu ( Ali bin Abu Thalib)". Prit, disana letak dilematisnya. Permainan hati kadang dimulai. Bismillah, mawas diri dan terus berbenah. Sesekali mempertanyakan benar atau salah dan atau seharusnya bagaimana? Inilah sepenggal pembelajaran berharganya yang tak ditemui pada SKS mata kuliah.
Kembali dalam ranah pengendali dalam  arti struktural. Pernah sesekali dengar statment yang seperti ini, orang-orang kaderisasi harus memiliki track record yang aman, selesai dengan masalah diri, lebih extrim orang kaderisasi  biasanya yang sholeh-sholeh. Duh rasanya pengen demo dech. Manabisa selesai dengan diri sendiri? Lalu aman, dan sholeh. Rasa-rasanya jika itu menjadi prasyarat menjadi seorang kaderisasi akan sulit menemukan orang yang berkapasitas menyandang amanah sebagai pengendali tadi. Karena itu perkara yang  menjadi PR panjang sampai menutup mata.
Point tadi pula sebenarnya bisa disubsitusikan pada kondisi kita yang hakekatnya sebagai seorang pengendali. Bukan karena kita sholeh lalu menasehati, tidak pula karena merasa belum sholeh lalu kita abai terhadap saudara sekitar. Karena surga terlalu luas untuk kita jejali seorang diri. Kepo-lah secara adil yang pada tempatnya. Atau pilihlah kepo is care. Karena kepo atas motif kepedulian tidak terdefinisikan prilaku yang menyebalkan. Hanya saja tentang bagaimana kita menanggapi persoalan saudara, ada adab dan etika yang harus kita jaga. Tutup aibnya dan nasehatilah secara pribadi dari hati ke hati, oke mari kita belajar menjadi pengendali diri yang tak pernah  usai dan tak sebatas pada diri. Mengutip qoutes bang Tere Liye, seseorang yang hebat bukan dia yang bisa mengendalikan udara, air atau api tapi hati.

Awas, Jangan Mendaki !

Mata ini menemui sesuatu yang menarik perhatian, sebuah meme pendakian berisi warning...
Dalam captionnya disebutkan bahwa pendakian bisa menyebabkan kelelahan, kurang tidur, kantong kering dan kalimat terakhir sebagai punch line yang terasa menyentak, susah mendapatkan jodoh *gedubrak
Well, mari kita verifikasi...
Point 1-3 adalah hipotesis yang mendekati kebenaran, sejauh mata memandang dalam perjalanan pendakian. Hoax kalau mendaki gak capek, bisa tidur pulas dan gak bikin kantong jebol.
Cape karena track yang dilalui gak semulus jalan tol, mirip jalan kehidupan gitu dech, ditambah juga dengan beban keril yang membawa logistik dan perbekalan. Emang sih gak seberat beban hidup tapi cukuplah membuat hayati lelah...
Tidur pulas, emang situ kira digunung ada hotel? Yang ada was-was takut binatang buas muncul, sesosok makhluk yang tak dikenal dan bisa membuatmu birigidik (in english, bulu roma berdiri), atau si Hipo datang bersama angin yang membelai mesra dan membawa kedinginan pada sekujur tubuhmu, ( etdah bahasa, mana maenstream pula)
Kantong kering, jelas banget secara dari alat-alatnya saja udah bikin alis berkerut, Jangan ngarep  bisa dapat harga cincai, mau nego sulit say. Belum akomodasi atau transfor menuju gunung yang biasanya melewati bukit dan lembah. Udah dech dijamin kena penyakit penyempitan pembuluh dompet pastinya, karena kalau kanker terlalu maenstream haha...
iya, oke itu semua benar tapi dari pengalaman sih, bukannya kapok malah bawa virus candu alias bikin ketagihan..
Sedikit curcol yah, pengalaman pribadi sih awalnya cuma mupeng papandayan. Kebetulan odoj bekasi bikin event khataman dipapandayan, ikutanlah akhirnya, dapat cerita banyak disana dan oleh-olehnya yah itu bawa virus candu ngedaki, lengkapnya nih disini..
http://restitriherdiyanti.blogspot.co.id/2016/05/papandayan-yang-membawa-candu-muncak.html

Selang kemudian, bulan Mei kembali dapat ajakan ngeguntur, karena kebetulan bulan muda dan pas hari libur nasional, Moment-able bukan tuh, cus aja berangkat. Meski yang itu bener-bener nekad dan dadakan, wong alat-alat dan tendanya baru dapat saat malam menjelang besok keberangkatan. Itu pun cuma bertiga, mini team banget kan... Kurang nekad bin dadakan apa coba?
http://restitriherdiyanti.blogspot.co.id/2016/12/pendakian.html

Nah berhubung Garut terkenal dengan pagucinya. Jadi ngerasa tanggung aja kalau cikuray belum di khatamin..
Fiks februari kemarin pun berkesempatan ngerasaain terjalnya Cikuray yang dikit-dikit nanjak. Beda dikitlah sama si cantik eldewies, kalau papandayan dikit nanjaknya. Nah kalau cikuray dikit-dikit nanjak, dikit-dikit nanjak gitu aja terus sampe puncak. Naik tiada akhir dengan bonus lutut ketemu dagu. Kalau hujan kamu dapat double bones dengan track yang licin... Muantappolllll.....
http://penna.id/@dererez/reunian-dalam-petualangan-menaklukan-cikuray-jqgo904zl4fs

Apapun itu cerita perjalanannya, dari satu pendakian ke pendakian lain bawannya sulit move On, pantesan aja yah para pendaki sulit ngambil keputusan pensiun? Apa baru jika ancaman terakhir dari meme itu benar, bisa bikin kapok ngedaki? Tapi untungnya sih point terakhir hoax, yakin aja sama Allah. Jodoh udah ada yang ngatur kok..

Mau pensiun? Engga dech, insya allah ada masanya gantung keril dan cuti panjang dlm pendakian..